Perjalanan II
/
0 Comments
Berawal dari perintah sang ayah yang menyuruh gue untuk
mendatangi kantor pusatnya di jakarta. Beliau mengirimkan sebuah barang untuk
gue. Hal itu yang membuat gue berkunjung ke jakarta pada hari minggunya,
setelah hari sabtu yang lalu gue pergi ke monas, sekarang gue ke kantor ayah.
Yap, ini memang benar-benar sebuah perjalanan yang menarik. Dan lagi si jaro
dan rani gue sms untuk menanyakan cara untuk sampai ke sana. Yaitu kantor BPKP
pusat.
Jaro kembali gue ajak dalam perjalanan kali ini. Dia kembali
menjadi navigasi utama selama perjalanan ini. Kita berangkat naek busway lagi.
Untungnya tidak seperti hari sebelumnya yang bikin bete perjalanan, kali ini
busnya gak penuh sesak dan juga gak lama nunggunya. Fuuhh.. Secercah cahaya
seakan menyinari lajur busway yang kami lewati sangking lancarnya. Tanpa
kendala gue nyampe di tempat tujuan.
Setibanya disana, gue janjian ketemuan dengan orang yang
dititipi barang oleh ayah gue. Sempat dicurigai oleh satpam, kami pun
mengklarifikasikannya. (Maaf pak, kami bukan mahasiswa labil pelaku bom bunuh
diri. Pikiran kami gak sampai sejauh itu. Kami dua anak imut ini hanya ingin
bertemu dengan seseorang saja). Menunggu beberapa lama, orang yang ditunggu pun
datang. Namanya pak triman. Beliau temen ayah gue yang sempet mampir ke bangka
dan berhasil jadi orang yang dititipi barang oleh ayah gue. Barang sudah di
tangan. Gue kembali melanjutkan perjalanan. Sedikit bertanya dengan pak triman
tentang cara untuk beranjak dari tempat itu. Karna gue dan jaro sama-sama gak
tau kalo tidak menggunakan busway. Naek busway lebih mahal dari naek metromini,
jadi kami lebih memilih untuk mendapatkan alternatif yang murah, hanya itu saja
alasannya (maklum mahasiswa). Pak triman menunjukkan arah ke tempat tujuan
kami. Oke kami berdua meneruskan perjalanan.
Tujuan selanjutnya adalah gramedia matraman. Jaro yang entah
kena penyakit apa jadi ikutan ukm futsal, nyari pelindung kaki (gue lupa
namanya apaan) disana. Gue sih nemenin aja sekalian baca buku gratis. Sayangnya
buku-buku yang terhampar disana masih banyak yang tertutup bungkusan plastik.
Belum ada yang menjamahi mereka. Melepaskan kulit itu dari tubuhnya *bahasa gue
kok jadi kayak gini*. Yah pokoknya gak seru dah kalo banyakan buku yang belom
terbuka bungkusan plastiknya. Gak bisa baca gratis.
Perjalanan belom selesai hanya sampai di gramedia saja. Kita
berdua melanjutkan perjalanan ke tempat kawan-kawan gue yg di STIS bersemayam.
Paginya kami emang udah berencana ke sana. Jadi udah nanya dulu ke sipe dan
muklis bagaimana cara untuk kesana. Navigasi gue sekarang berubah.
Berbekal petunjuk sipe dan muklis, gue dan jaro berangkat
menuju STIS di daerah kampung melayu. Lagi-lagi jalan cahaya bersemayam
sepanjang perjalanan kami. Kalo lancar itu emang asik dah. Sampe di halte
bidara cina seperti yang telah diberitahukan oleh sipe dan muklis, gue dan jaro
berjalan ke luar halte. Dari atas jembatan terlihatlah sesosok mahluk yang
terlihat familiar. Tinggi. Sedikit hitam. Tompel yang masih bersemayam di bawah
matanya. Jaket hijau kebanggaan. Yak, si muklis sedang melintas di sebrang
jalan. Jaro sontak teriak memanggil namanya, namun terhiraukan olehnya. Gue gak
mau kalah. Gue pun ikut teriak manggil si muklis. Oke kita jadi kayak orang
megap-megap manggilin si muklis karna gak nyangka bakal ketemu disitu. Si
muklis pun negok. Dan yak, kita sudah berada di tempat tujuan kami.
Muklis nganterin kita ke kost-an dian dan suci. Jalan sambil
ngobrol-ngobrol kecil. Gak ada yang berubah dari si muklis. Sama seperti dulu.
Masih kocak. Masih suka ngehina orang (dalam konteks bercanda). Tompelnya pun
masih tetap bersemayam diwajahnya.
Jalan yang kami lalui sedikit berliku. Bikin pening gue aja.
Sampe di sana, dian dan suci belom hadir. Pintu kost-annya masih tertutup
rapat. Beberapa saat kemudian, datanglah suci mereka berdua. Dian gak berubah,
masih gemuk *loh*. Dan untungnya kalimat penagihan uang kas udah gak muncul
lagi dari mulutnya *bersyukur*. Suci jadi nampak gemukan. Gue gak ngerti
kenapa. Mungkin karna efek kerudungnya. Atau mungkin mata gue yang rada-rada.
Yah whatever lah, yang penting gue udah ketemu mereka lagi. Kita masuk
kost-annya dian dan suci, sambil menunggu seorang lagi, yaitu sipe. Dia lagi
ada urusan jadi datengnya telat.
Sipe datang. Kita semua udah berkumpul di kost-annya dian
dan suci. Gue dan muklis langsung berinisiatip nulis di whatsapp perihal
ngumpulnya kami ini.
Mendapat balasan pesan dari rani lewat whatsapp seperti itu,
kami langsung mengajaknya. Bukan gak mau ngajak rani, tapi orang tuanya sedang
berada disana. Jadi kita gak enak mengganggu suasana kekeluargaannya *asik*.
Kalo si fania berada di depok yang tempatnya lumayan jauh dari kampung melayu.
Dia juga lagi jalan-jalan ke margo, yasudah.
Rencana selanjutnya yaitu kami bakal ke bioskop nonton 5 cm.
Ini yang gue tunggu-tunggu. Sebelumnya gue udah ngerencanain nonton bareng 5 cm
ini bareng kawan-kawan gue dari IPB, sayangnya batal. Jadi kali ini rencana gue
berhasil.
Gue, jaro, muklis, dian, suci, sipe, rani, dan satu lagi
tambahan orang yaitu arif berangkat ke mall di kalibata (gue gak inget
namanya). Kita berangkat naek angkot. Dan kenapa harganya harus tiga ribu,
seharusnya dua ribu, pikirkan kalau kami ini mahasiswa dong bang (itu jauh
fizh, gak tau diri).
Oke maaf naluri mahasiswa gue keluar setiap saat. Kita
sampai disana, kemudian lansung mesen tiket. Beruntungnya dapet. Gue kira masih
seperti saat tampil premierenya dimana tiketnya udah sold out semua.
Sambil nunggu, kita makan dulu di sebuah tempat makan
(inisial : kfc).
Puas makan, kita langsung masuk theater. Duduk di barisan
tengah cukup lega dan pas menurut gue. Kita gak musti mendengak ke atas.
Pandangan kita hanya lurus ke depan saja. Fuuh, posisi yang nyaman. Kenyamanan
yang hampir membuat gue tidur ini hampir disirnakan oleh seseorang yang datng
tiba-tiba menyatakan tempat yang sedang gue duduki adalah tempatnya. Gue
bingung kenapa dengan orang ini, jelas tertulis di tiket yang gue punya sesuai
dengan nomer kursi gue. Masih aja ngotot menganggap itu tempatnya. Setelah
beberapa saat dia tersadar kalo itu bukan tempatnya.
"untung gak sampe ngajak berantem" ujar gue ke
arif. "dia belom tau anak bogor" sambung gue. Keren yak. Kata-kata
gue udah kayak orang sangar, hahaha...
Film mulai. Gue menikmatinya. Sengaja gak ngobrol dengan
temen yang laen biar lebih hikmat. Gue penasaran antar film dengan novel yang
udah gue baca, apakah sama menariknya. Di sela-sela putaran film, gue langsung
teringat untuk sms seseorang yang pengen nonton film ini. Gue langsung sms dia
dengan sengaja untuk membuat iri, hohoho *jahat*
Dari yang gue lihat dari film ini sih bisa dibilang bagus.
Secara keseluruhan gak jauh beda dengan yang ada di novel. Penyuguhan
penampakan alam indah Indonesia pun apik. Para penonton dapat menikmati
indahnya tempat-tempat yang dilalui oleh para tokoh selama perjalanannya.
Bagian pendakian terakhir dan malam pernyataan isi hati menjadi salah satu
scene favorit gue *asik. Musik pengiring dari band nidji pun gue rasa pas
mengisi sepanjang film ini. Ada yang sedikit mengganjel saat menonton film ini.
Gue rasa dialog antar tokoh gak begitu terasa mengalir. Temen gue juga sempet
mengungkapkannya. Dia bilang kalo percakapannya tuh rada kaku. Dan lagi ada
sedikit perubahan cerita. Seperti saat pertemuan di stasiun dimana pada film
diceritakan adanya pengejaran kereta oleh salah satu tokoh yang berperan
sebagai Ian. Juga pada akhir cerita dimana tokoh genta dan arinda yang belom
mempunyai pasangan masing-masing. Disitulah letak perbedaannya. Namun secara
keseluruhan gue puas nonton film ini.
Selesai dari nonton film masih ada acara lagi sebenernya.
Kita mau karaokean. Tapi gue pulang duluan karena masih ada urusan. Gue harus
membawa barang titipan tadi yang gue ambil dari pak triman untuk di bawa ke
rumah saudara gue.
Perjalanan gue belom berhenti sampai disitu. Gue masih
melanjutkan perjalanan. Namun gue senang perjalanan gue diiringi oleh
teman-teman gue. Perjalanan gue jadi tidak terasa jenuh. Perjalanan gue jadi
lebih mengasyikkan. Perjalanan-perjalanan seperti inilah yang emang gue sukai.
Oke, terima kasih kawan atas "perjalanannya".