Alay
/
0 Comments
Beberapa waktu yang lalu. Ehmmm. Oke, ini udah dari beberapa minggu yang lalu. Setelah sekian lama tidak mengikuti diskusi mingguan yang biasa dilakukan oleh UKM yang gua ikuti, akhirnya gua berpartisipasi juga di dalamnya. Secara tidak disangka, bahasan diskusi kali ini tentang alay dari berbagai pandangan beserta esensinya. Oke, gua sedikit terkejut saat tema diskusi kali ini yang membahas mengenai alay. Karna bahasan kali ini gak terlalu berat seperti biasanya, jadi gua dengan santai mengikutinya.
Coba kita
menelaah ke tahun-tahun sebelumnya, dimana kata-kata alay belum merebak seperti
sekarang. Sebelum kata alay menjadi trend dalam pengucapan. Sebelum kata alay
menjadi sebuah istilah yang gampang saja keluar dari mulut ini. Alay hanyalah
sebuah singkatan dari anak layangan. Anak yang notabene berambut pirang, kulit
terbakar, dan pastinya bermain layangan (you dont say). Apa yang menyebabkan orang-orang kini menyebutkan istilah tersebut ke
berbagai hal yang terjadi di sekitar. Sedikit-sedikit menyebut suatu hal yang
dilihat alay. Hal yang tidak sesuai dengan kebiasaan diri masing-masing disebut
alay. Melihat orang di tengah jalan tertawa tanpa sebab dibilang alay. Oh
bukan. Itu gila ya. Apapun itulah. Mereka dengan mudah mengistilahkan suatu hal
itu adalah alay.
Di berbagai
wilayah juga ada yang menyebut alay itu sebagai tukang tambal ban. Nah, apa
lagi ini. Apa salah tukang tambal ban. Apa salah tukang isi angin *hah?*. Apa salah tukang cukur *lho?*. Apa
salah profesi mereka coba, sampe bisa dibilang alay. Atau itu memang sudah
istilah dari jaman dahulu kala. Kalo bukan, asumsi gua dari penyebutan alay itu
sudah menjurus ke arah perendahan status sosial.
Dari diskusi
saat itu, ada sebuah pengertian tentang alay dari forum. Alay itu merupakan
ekspresi atau respon yang diungkapkan seseorang atas suatu hal yang terjadi
namun tidak sesuai dengan apa yang dianggap hal lumrah bagi sebagian orang.
Kita ambil
contoh, ketika lo sedang menggunakan kaos, celana jeans terdapat sobekan. Saat
lo berkumpul dengan orang-orang yang berpakaian seperti itu juga, mungkin anda
di bilang keren. Tapi, apabila lo berkumpul dengan orang-orang yang berpakaian
lebih rapi, mungkin lo akan dibilang alay. Apa sih pakaiannya seperti itu. Gak
gue banget. Hooeekkk (gak
segitunya juga kali).
Dari contoh
tersebut, mungkin sebagian orang bisa dibilang alay itu karena kita berada di
perkumpulan berbeda. Setiap perkumpulan mempunyai perspektif tersendiri
terhadap sikap, ucapan, ataupun gaya hidup. Mungkin itulah yang bisa memicu
penggunaan istilah alay tersebut. Mereka punya perkumpulan tersendiri yang
menganggap mereka sama, menganggap mereka keren atau apapun itulah. Namun
disisi lain mereka dianggap alay karna tidak sesuai dengan pemikiran dari
perkumpulan yang lainnya.
Sebutan alay
juga lebih banyak tertuju ke kaum minoritas dimana kaum mayoritas menganggap
apa yang mereka anggap lumrah ya lumrah, selebihnya itu alay. Sepertinya terlalu
kejam juga begitu mudah mengasumsikan segala hal dengan alay. Apa perasaan
mereka di kala mendapat julukkan tersebut. Apakah mereka merasa direndahkan?
Apakah mereka biasa saja? Atau apakah mereka malah bangga?
“Gua alay dan
gua bangga”
Oke, kalo untuk
yang satu itu baru enggak banget. Berarti orang tersebut sudah tau kalo dia
adalah seorang yang alay, namun ia mampu menerimanya dan BANGGA. Oke cukup, itu
aja udah termasuk alay bagi gua *loh*. Seharusnya kalo mereka
sadar kalo apa tindakan yang dilakukannya adalah alay, mereka segera
menhentikan perilaku tersebut, bukannya malah bangga. Mungkin juga seperti yang
telah gua sebutkan di atas dimana perkumpulan di tempatnya menerima hal itu
sehingga ia masih bisa membanggakan perilaku tersebut.
“Sadarlah lah
wahai kalian yang telah menyadari diri kalian alay”
Gua juga dulu
sering banget ngatain temen gua alay. Salah satunya amani temen sekelas gua
yang pernah masuk dalam postingan gua. Saat penjelasan tentang amani ini hampir
seluruhnya menjelaskan tentang dirinya yang alay. Mulai dari perkataan hingga
tingkah lakunya gua sebut alay. Mungkin itu hanyalah subjektivitas dari gua
sendiri. Gua menilai dirinya seperti itu karna ada sebagian hal yang tidak
lumrah menurut gua. Dan juga karna dia emang alay *loh*. Dia
alay banget melebihi ke-alayan gua. *Oke
cukup mengatai alay*
Ungkapan alay
ini mungkin terkadang hanya untuk lelucon saja. Malahan semakin ekstrim
pengungkapan istilah ini untuk merendahkan seseorang. Mungkin sebagian orang
menganggapnya biasa saja. Mungkin sebagian orang malahan bangga. Mungkin juga
sebagian orang tersebut malahan sakit hati. Nah, maka dari itu, baiknya kita
setidaknya menjaga ucapan kita untuk sekedar menahan spontanitas dalam pengucapan
istilah yang kadang terasa merendahkan bagi sebagian orang. Mungkin kita bisa
menggunakan istilah lain seperti unik atau apapun itulah.
Oke
hentikanlah kebiasaan alay ini.
Gua gak alay dan gua BANGGA!!!!