Minggu ini
adalah minggu terakhir perkuliahan gue. Berarti minggu depan adalah minggu
tenang sebelum UAS. Tidak. Kenyataan berpihak lain pada ekspetasi mahasiswa
yang menginginkan minggu tenang sebelum UAS. Minggu depan adalah minggu kuliah
pengganti choy!!! Minggu depan berubah menjadi minggu tegang untuk kita.
Masuk di minggu
akhir itu pertanda berkurangnya kuantitas mahasiswa yang datang dalam
perkuliahan. Terlihat seperti pada perkuliahan gue hari ini. Kelas gue lumayan
berkurang personil-personilnya. Ini juga dikarenakan adanya libur natal yang
seakan menjempit dua hari perkuliahan diantaranya. Jadi sepertinya sebagian
kecil mahasiswa tersebut memanfaatkan kondisi seperti ini atau memang mereka
benar-benar mempunyai urusan yang serius.
Di dalam kelas
gue selalu memilih posisi duduk bagian tengah pinggiran. Pemilihan tersebut
atas dasar keamanan ketika gue tidak bisa menahan kantuk dan sebagiannya. Terkadang
memang itu bisa jadi tempat perlindungan disaat perkuliahan dengan jumlah orang
yang begitu banyak. Namun kali ini hal tersebut tak bisa gue lakukan. Ini
dikarenakan jumlah orang-orang yang menutupi pandangan dosen untuk melihat
langsung gerak-gerik gue berkurang. Mereka berangsur menghilang. Membuat
rumpang barisan. Memberi celah dalam penglihatan dosen. Gue jadi gak bisa
apa-apa.
Pagi ini entah
kenapa cuaca bogor menjadi dingin. Bogor sepertinya sedang menunjukkan
kondisinya dahulu kala. Mungkin juga karena AC di kelas gue mendadak diganti
dengan yang baru. Hembusan udaranya sungguh sangat luar biasa. Gue yang memakai
baju rangkap pun tetap merasakan dinginnya udara saat itu. Gue tetep mencoba
memperhatikan penjelesan dosen diantara dinginnya udara dan rasa kantuk.
Kuliah gue
kali ini berlangsung dengan dosen pengganti. Gue sudah mengenali dosen
pengganti ini karna beliau juga mengajar gue di mata kuliah yang lain. Jadi gue
sudah sedikit tau tentang cara mengajar dosen ini. Beliau cukup cepat dalam
menjelaskan materi, namun tetap sesuai proporsi dan juga kejelasannya. Dosen
ini baik, baik banget malah, tegas dan juga disiplin. Saat beliau menjelaskan
materi, yang pasti terjadi adalah penunjukkan terhadap salah satu mahasiswa
utnuk maju mengerjakan soal. Dan di pagi ini, hal itu terjadi pula.
Kelas mulai
gaduh ketika berangsur pusing karna materi yang banyak. Kegaduhan itu berhenti
dan berubah menjadi keheningan setelah sang dosen menunjukkan soal-soal. Itu
adalah pertanda untuk pemilihan mahasiswa secara random untuk mengerjakan soal.
Kelas hening. Mulai ada yang nunduk-nunduk biar gak ditunjuk. Ada yang bertindak
seolah sedang mengerjakan soal padahal sedang menggambar. Ada yang terbangun
dari kantuknya. Ada yang sok ide menatap sang dosen dengan fikiran tidak takut
untuk disuruh maju agar sang dosen tidak menunjuknya. Gue? Gue hanya pasrah
menerima panggilan kalo emang disuruh maju. Untuk masalah ngerti mah masih
belum seberapa, tapi yasudahlah. Gue terlalu pasrah.
Sang dosen
memberikan kesempatan bagi siapapun yang mengajukan dirinya untuk mengerjakan
soal tanpa ditunjuk. Gue berharap ada manusia-manusia yang sok ide untuk maju
menjadi volunteer dalam mengerjakan soal. Hingga ada satu anak yang maju
mengerjakan soal. Oke, masih banyak soal lainnya. Karna sudah tidak ada yang
mengajukan diri lagi, sang dosen dengan segera menunjuk beberapa mahasiswa. Ketegangan
muncul. Jari telunjuk sang dosen sudah mengarah menunjuk satu mahasiswa. Seperti
biasa, entah kekompakkan dari mana seluruh mahasiswa langsung menoleh kearah selain
dirinya sendiri dan menoleh ke mahasiswa lain yang bisa dikambing hitamkan. Pria
berbaju merah saat itu yang mendapat giliran. Beruntung dia mampu menyelesaikan
persoalan tersebut.
Jari sang
dosen masih terus menunjuk. Perlahan satu per satu mahasiswa tanpa barier (red:
barisan mahasiswa didepannya yang bisa nutupin dirinya dari penglihatan sang
dosen) maju kedepan. Ajaibnya, beberapa dari mereka menggunakan baju berwarna
merah. Gue yang sedari tadi panik karna bakal kena tunjuk, malahan mulai
nyantai. Baju yang gue kenankan saat itu berwarna coklat. Gue jadi merasa aman.
Entah itu karna disengaja atau memang kebetulan semata. Gue hanya bersyukur,
karna setelah diperhatikan dengan seksama, gue lagi gak ngerti materi yang
dijadikan bahan soal tersebut. Gue beruntung.
Memang baju
merah seperti menjadi pusat perhatian, sehingga dirinya menjadi bahan pilihan. Yang
baju merah memang jangan sampai lepas. Apalagi kamu… (apasih)