Cabe itu pedas
/
0 Comments
Di berbagai kawasan Indonesia, cabe merupakan suatu bahan yang harus
ada sebagai pelengkap dalam menu makanan sehari-hari tiap orangnya. Cabe
merupakan bahan penting yang harus ada di sela-sela makanan yang tersedia. Saat
makanan telah tersaji dihadapan, seketika itu pula sang cabe mulai dicari. Sebagian
orang akan kebingungan ketika tidak menemukan bahan tersebut. Kemudian
menganggap makanan jadi terasa biasa saja ketika tidak menggunakan bahan ini.
“Agh, gak ada sambel, gak asik nih”.
*tiba-tiba yang lagi menabur kecap dimakanannya langsung tersentak dan
mematung*
*kemudian hening*
(itu bukan gue).
Oke ini bukanlah sebuah kisah sang penyuka pedas dengan segala level
yang ada. Ini merupakan kisah seorang pemuda yang kurang begitu menyukai suatu
hal yang terasa pedas. Baik itu pedasnya sebuah makanan, pedasnya kehidupan
(aghh…), bahkan pedasnya mengarungi kehidupan jomblo itu (oh itu pedih). Apa
salah mereka yang tidak suka pedas? Tidak ada kan. Mereka hanya tidak menyukai
itu, trus yaudah. Itu sama aja kayak orang yang suka serial drama korrria
dengan yang tidak. Itu hanyalah sebuah pilihan sob.
Bagaiman bisa seorang yang bukan penyuka pedas disudutkan begitu saja. Mereka
jadi terlihat rendah bila tidak menyukai rasa pedas tersebut. Mereka dianggap
cupu ketika tidak mampu menahan sensasi pedas dari suatu makanan atau bahkan
dari cabe itu sendiri. Mereka terkadang menjadi minder dengan citra yang telah
terbentuk seperti itu. Mereka juga terkadang menjadi labil antara harus belajar
mencoba menahan rasa pedas tersebut atau tetap bertahan dengan keadaan semula.
Gue bukanlah sesorang pecinta masakan pedas. Namun hal itu bukan
berarti gue gak suka pedas. Gue suka masakan pedas, tapi dengan proporsi kecap
lebih banyak dari sambel, gitu aja. Keluarga gue dihinggapi oleh orang-orang
pecinta pedas. Hanya gue sorang diri di rumah tersebut yang jarang makan
masakan pedas. Mereka yang aneh atau gue yang kurang aneh yak.
Ngomongin aneh atau enggak, ada suatu kejanggalan dalam tubuh gue. Salah
satu alasan gue untuk tidak mengonsumsi makanan dengan tingkat kepedasan yang
tinggi itu karena secara ajaib tangan gue tetiba akan terasa ngilu. Ajaib kan.
Gue gak ngerti kenapa bisa begitu. Ketika rasa pedas sudah mencapai tingkat
tertentu, secara bersamaan pula terasa ngilu di sepanjang lengan kanan gue.
Yak, secara ajaib juga itu hanya terjadi di lengan kanan gue.
Efek selanjutnya adalah perut gue berasa panas. Mungkin ini adalah efek
yang biasa diterima orang secara umum. Tapi untuk gue ini lebih pecah rasanya.
Perut gue bakal terasa panas sejak pertama mengecap rasa pedas pada suatu
makanan, hingga malam akan berakhir.
Gue selalu berusaha menutupi kenistaan ini dari temen-temen gue yang
jahanam itu. Soalnya ketika temen gue yang jahanam itu mengetahui hal tersebut,
munculah kekampretan dari diri mereka. Sebagai contoh adalah ketika kita sedang
makan bakso bersama-sama. Sesaat gue mengalihkan pandangan. Sesaat itu pula
teman gue secara kampret temen gue langsung masukin cabe sebanyak-banyaknya ke
dalam mangkuk yang berisi bakso milik gue. Emang kampret tuh orang.
Gue bukan merupakan orang yang bisa menyembunyikan ekspresi gue akan
suatu hal yang mencengangkan. Salah satunya adalah rasa pedas itu. Gue tak
mampu menutupi ekspresi ketika sedang memakan masakan yang pedas. Gue dengan
seketika pasti menggeliat menahan rasa pedas tersebut. Temen gue pun langsung
tau setelah melihat gelagat gue yang sungguh mengherankan itu. Kemudian mereka
berubah menjadi jahanam dengan membubuhi makanan gue dengan segala jenis cabe
yang ada. Gue dihardik.
Sebagai contoh lagi, gue dulu punya kelompok belajar bareng gitu untuk
nyambut snmptn. Jadi kita sering ngumpul bareng gitu buat ngebahas soal-soal. Nah,
tapi kan bosen kalo Cuma ngebahas soal doang terus pulang. Jadi kami putuskan
untuk membuat permainan dari penilaian hasil kita ngerjain soal. Kadang-kadang
kita disuruh ngegodain penjaga suatu kedai makan. Kadang-kadang kita disuruh
minum air dengan gelas yang besar. Dan yang paling buruk adalah MAKAN CABE
SECARA UTUH. Saat itu rasanya gue mau izin aja gak ikutan belajar bareng mereka
karena secara tiba-tiba otak gue pindah kecenderungan menuju ke kanan, gue mau
bidang seni aja dah.
Gue pun ikut permainan itu dengan kecemasan yang tinggi. Gue memupuk
kepercayaan diri gue dengan menganggap ini seperti permainan kartu yang biasa
gue lakoni. Dimana gue jarang berada diperingkat terakhir. Secupu-cupunya gue
berada diperingkat yang sungguh dekat dengan akhir. Namun ini berbeda, dalam
pengerjaan soal bagian pertama gue berhasil lolos dengan cemerlang. Temen gue
nelen cabe secara utuh dengan mantap. Gue hanya bisa menelan ludah.
Gue tiba-tiba secara ajaib jadi grogi. Disaat itulah gue mendapat
peringkat akhir dari penilaian dalam pengerjaan soal. Gue mau tak mau harus
menerima konsekuensinya. Temen gue yang tau kalo gue gak suka pedes pun ngakak
sepuasnya. Gue pasrah. Lagi-lagi ada pikiran ajaib yang keluar di otak gue
untuk menelan langsung cabe tersebut tanpa di kunyah. Pasti gak pedes kalo
langsung ditelen. Mungkin perut gue bakalan kerasa panas bentar dong. GUE
SALAH. Cabe tersebut langsung gue telen secara utuh. Kemudian nyangkut di
tenggorokan gue dan pecah, menghamburkan sensasi pedas disekitar tenggorokan
gue. SYIITTT!!!
Air mata gue tiba-tiba menetes. Bukan karna gue nangis choyy!!! Lemah
amat gue. Gue tersendak cabe. Kalo tersendak jelas aja ada sedikit air mata
yang keluar. Sensai pedasnya juga sungguh menawan. Temen gue ngakak
sekencang-kencangnya. Emang kampret dah. Semenjak itu gue menolak segala bentuk
hukuman dari sebuah permainan yang berhubungan dengan cabe dan sekawanannya.
Yah, gue gak seutuhnya juga tidak menyukai sesuatu yang pedas. Gue
seikit-sedikit masih mau kok mengecap sesuatu yang pedas. Karena menurut gue
sesuatu yang biasa aja tanpa ada tamabahan rasa apapun itu, khususnya rasa
pedas, seperti tidak memberi kesan lebih gitu aja. Sesuatu yang dinikmati
secara biasa tanpa tambahan rasa itu ya jadi gitu-gitu aja. Ada sesuatu untuk
menambah cita rasa hal tersebut. Apasih ini? Yah pokoknya CABE ITU PEDAS!!!!!